Kamis, 21 Oktober 2010

Jepang, dengan etos kerja yang mengagumkan.....

Di Jepang, mereka yang pulang lebih dulu selalu diberi berbagai tanggapan negatif. Bangsa Jepang terkenal sebagai bangsa yang kuat bekerja. Bagi mereka kerja merupakan segala-galanya. Dalam keluarga Jepang, apabila lelaki bekerja keras menjadi kebanggaan istri dan seluruh keluarganya. Bekerja sampai malam sudah menjadi kebiasaan mereka. Sebaliknya, akan menjadi masalah yang luar biasa bila seseorang pulang lebih awal ke rumah. Karena mereka akan mendapat tanggapan negatif seperti dipecat, sakit atau malas bekerja. Sikap orang Jepang terhadap kerja berhubungan erat dengan semangat samurai yang diwarisi turun temurun. Melalui sistem ini, para pekerja di Jepang ditanamkan rasa taat kepada pemimpin atau kepada perusahaan tempat mereka bekerja.Mereka tidak akan mengutuk atau menggerutu bila dibebani banyak pekerjaan dan waktu kerja yang lama. Justru mereka mengangapnya sebagai sebuah tanggung jawab yang perlu dilaksanakan sebaik mungkin, meskipun harus mengorbankan waktu istirahat atau kumpul bersama keluarganya.

Orang Jepang suka bekerja, mereka malah merasa tidak enak bila menganggur dan tidak ada yang dikerjakannya.Perasaan ini sering kali dialami oleh mereka yang sedang sakit atau lanjut usia. Bagi golongan ini, mereka mencari kegiatan lain untuk mengisi waktu luang. Sikap dan komitmen orang Jepang pada pekerjaan sangatlah tinggi. Saat bekerja, mereka memberi seluruh perhatian pada pekerjaannya. Bekerja dengan sungguh-sungguh dan melakukan pekerjaan dengan sempurna. Bangsa Jepang memiliki sikap positif pada pekerjaannya. Mereka memiliki disiplin tinggu saat bekerja. Orang Jepang tidak mencampuradukkan masalah pribadi dengan pekerjaannya pada saat sedang bekerja. Mereka tidak menyia-nyiakan waktu saat bekerja. Tidak heran jika hasil kerja mereka melebihi bangsa-bangsa lain.Produktivitasnya tinggu dan gaji mereka dibayar berdasarkan "hasil kerja" mereka, bukan berdasarkan "jabatan". Bangsa Jepang selalu dianggap "gila kerja" tapi tidak berarti mereka "kerja gila" atau "gila-gilaan saat bekerja" Sehingga mereka banyak menghabiskan sebagian waktunya di tempat mereka bekerja. Karena mereka lebih suka berada di tempat kerja daripada duduk bersantai ria di rumah. Dengan demikian waktu orang Jepang dengan keluarganya sangatlah terbatas. Namun bagi mereka yang sudah berumah tangga, situasi ini tidaklah menimbulkan banyak masalah. Istri mereka sudah terbiasa dan dapat menerima situasi itu. Oleh karenanya, jarang sekali terjadi perceraian yang disebabkan oleh kegilaan suami dalam bekerja. Istri-istri orang Jepang merasa "bangga apabila suami mereka gila kerja dan bekerja keras, karena itu menjadi pertanda status sosial yang tinggi."

Itulah keunikan dan kelebihan bangsa Jepang yang tidak dimiliki oleh bangsa-bangsa lainnya. Mereka dipandang tinggi dan disanjung karena kerajinannya. Mereka yang kuat bekerja saja yang bisa meneruskan kesinambungan hidupnya, sedangkan yang malas bekerja akan ketinggalan dan terpinggirkan. Ini karena setiap pekerja di Jepang menghadapi persaingan ketat saat mendapatkan pekerjaan atau meningkatkan kedudukannya dalam suatu organisasi. Iklim kerja inilah yang mendorong mereka untuk bekerja keras dan juga biaya hidup yang tinggi menjadi salah satu faktor mereka untuk bekerja sepenuh hati. Namun persaingan kerja mereka dilakukan secara sehat dan tidak menjatuhkan lawan, karakter seperti ini telah dipelihara sejak kecil, bukan karena bakat, bukan pula karena genetik. kerajinan bekerja ini merupakan hasil dari latihan demi latihan dan pemupukan sifat positif dalam memandang pekerjaan.

Sikap seperti ini dapat dipelajari dan diimplementasikan dalam masyarakat Indonesia. Yang harus dilakukan adalah setiap pekerja harus memiliki kemauan untuk mengubah sikap dan orientasi kerjanya. Dibandingkan Jepang, Indonesia masih jauh tertinggal, terutama dalam segi "waktu bekerja".Tetapi tidak berarti bangsa Indonesia tidak dapat menghasilkan produktivitas kerja yang tinggi seandainya waktu bekerja itu dimanfaatkan semaksimal mungkin. Untuk sebuah masyarakat yang maju seperti Jepang, kita tidak harus menjadi orang yang "gila pada pekerjaan". Yang harus dilakukan adalah "sikap benar pada pekerjaan". Pekerja yang bersikap benar dan positif akan berusaha mengurangi pemborosan waktu. Banyak waktu bekerja yang digunakan oleh pekerja Indonesia untuk urusan lain yang tidak berkaitan dengan pekerjaan.

Resminya, lama waktu bekerja di Indonesia adalah 9 jam. Dari jumlah tersebut hanya 3 jam yang maksimal digunakan untuk melakukan pekerjaannya. Selebihnya digunakan untuk mengobrol hal-hal yang tidak berguna, makan siang, minum sore, makan cemilan, berbelanja, membaca majalah atau surat kabar, mengantar dan menjemput anak sekolah atau yang sakit, istirahat, ke toilet, tidur, merokok, berdandan, bisnis sambilan, dan sebagainya. Ada juga yang berhenti setengah jam lebih awal sebelum masa bekerja selesai agar bisa siap-siap pulang ke rumah untuk menghindari macet atau hal lainnya. Tabiat kerja yang buruk seperti ini yang perlu diubah. Jika tidak, maka usaha mencontoh budaya Jepang yang maju dan berhasil itu akan sia-saia dan tidak mendatangkan hasil bagi orang Indonesia. Hal seperti ini yang terjadi di dunia kerja Indonesia bukan "gila kerja" tetapi berbuat "gila saat bekerja" bisa anda liat dari "fakta menarik" tabiat buruk orang Indonesia saat bekerja.